Healing sebentar yuk, jelajahi budaya dan tradisi yang ada di Kabupaten Karangasem, Bali bersama Institut Bisnis dan Teknologi Indonesia (INSTIKI), kampus swasta terbaik di Bali!
Pepatah mengatakan, “experience is the best teacher”. Selain melatih soft skill dan hard skill dengan berkuliah di kampus IT terbaik di Bali, yakni di INSTIKI. Jangan lupa untuk menjelajahi setiap sudut Pulau Bali karena kamu tidak akan menyangka bahwa Bali memiliki beragam keunikan yang tak akan kamu temui di pulau lain yang ada di dunia.
Salah satu tradisi unik yang berada di timur Bali ialah tradisi Perang Pandan atau oleh masyarakat asli sana menyebutnya dengan istilah Mekare-kare ataupun Mageret Pandan.
Pernah Mendengar Tradisi Perang Pandan?

Menarik perhatian dunia, tradisi Perang Pandan secara rutin dilaksanakan setiap setahun sekali di Tenganan Pegringsingan Desa Bali Aga, Karangasem, Bali. Salah satu desa di Bali yang sempat meraih The First Nasional Best in The Culture Tourism Village 2021.
Uniknya, disetiap upacara yang dilaksanakan di Tenganan seperti Perang Pandan ini, warga di desa masih setia menggunakan pakaian adat Tenganan yang sedari dulu berjalan turun-temurun dan tetap dilestarikan hingga kini. Para laki-laki akan menggunakan kamen (kain tradisional khas Pegringsingan), selendang, dan dilengkapi dengan ikat kepala yang dinamakan Udeng.
Pandan Berduri Sebagai Senjata

Perang ini menggunakan pandan berduri yang diikat menjadi satu berbentuk sebuah gada, sementara untuk perisai terbuat dari rotan. Setiap laki-laki di desa mulai dari anak-anak hingga dewasa wajib ikut perang pandan lho!
Ketika pemimpin adat di desa memberikan aba-aba, dua pemuda saling berhadapan dengan memegang seikat pandan berduri di tangan kanan dan perisai digenggang dengan tangan kiri. Penengah layaknya wasit berdiri di antara kedua pemuda ini, ia mengangkat tangan tinggi-tinggi sebagai tanda perang dimulai.
Kedua pemuda tersebut akan saling menyerang satu sama lain. Saling memukul dan menggeretkan pandan berduri ke punggung lamannya hingga terjatuh. Sementara peserta perang yang lain bersorak memberi semangat. Gamelan ditabuh dengan tempo cepat membuat suasana semakin menegangkan. Pertandingan ini tidak berlangsung lama, kira-kira kurang dari satu menit. Selesai satu pertandingan langsung disambung pertandingan yang lain secara bergilir.
Sebagai Bakti Kepada Dewa Indra, Dewa Perang

Perang Pandan ini adalah bagian dari tradisi turun-temurun masyarakat Tenganan yang ditujukan kepada Dewa Indra, yakni Dewa Perang. Bagian dari penghormatan yang dilakukan dengan tulus ikhlas, tanpa rasa dendam satu sama lain, dan dengan kebersamaan antar warga desa. Bahkan, dengan adanya Perang Pandan ini, hubungan antar warga jadi makin erat lho!
Selesai Berperang Dilanjutkan dengan Diobati dan Magibung atau Megibung

Selesai Perang Pandan digelar, semua luka gores peserta perang diobati dengan ramuan tradisional berbahan kunyit, Lengkuas, dan campuran lainnya yang konon sangat ampuh untuk menyembuhkan luka. Lalu, acara dilanjutkan dengan salah satu rangkaian yang paling ditunggu-tunggu. Ialah Magibung atau makan bersama-sama. Wihh… ini sih nggak boleh dilewatkan!
Nasi dengan beragam lauk pauk yang menggugah selera dihidangkan di atas daun pisang, kemudian disantap secara bersama-sama. Nampak suasana ceria diantara warga makin terpancar!

Seru banget healing kali ini ke Tenganan, melihat sebuah tradisi unik yang tidak akan kita jumpai di daerah lain. Next, mau kemana lagi nih kita?
Penulis: Ni Made Padmawati (Humas INSTIKI)